Menurut kamus besar bahasa Indonesia, jenuh adalah
1 jemu;
bosan; 2 Bio padat
udara (tt senyawa yg terdiri atas karbon dan hidrogen);3 kenyang;
puas sekali (sehingga menjadi bosan); 4 penuh
(sehingga tidak mampu memuat tambahan lagi)
Menurut ilmu kimia, ikatan hidrokarbon jenuh adalah senyawa
hidrokarbon yang tidak memiliki ikatan rangkap. (mungkin gara2 itu ya jadinya
tidak jenuh, tidak hanya satu pasangan, hahah)
Sedangkan, menurut ilmu mekanika tanah, tanah jenuh air
adalah tanah yang seluruh pori-porinya terisi oleh air, sehingga tidak ada lagi
udara dalam tanah tersebut.
Jenuh adalah suatu keadaan bosan akan sesuatu, seseorang,
maupun keadaan pada tahap tertentu sehingga seseorang tersebut menjadi tidak
bersemangat melakukan sesuatu.
Kalau sudah jenuh, seseorang pasti menjadi tidak bersemangat
melakukan sesuatu. Tahap jenuh akan dialami semua oleh semua orang, hanya waktu
dan tingkatannya saja yang mungkin berbeda. Seseorang mungkin akan jenuh kepada
orang lain; orang terdekatnya, seperti
orang tua, sahabat, teman, maupun pacar dengan berbagai alasan. Jenuh
terhadap sekolah, kuliah, dan pekerjaan, bosnya; maupun dengan keadaan hidupnya
yang dianggap “begitu-begitu saja” atau dirasanya terlalu sulit untuk dijalani.
Jadi teringat kata asisten praktikum mektanku, bahwa
sebenarnya tanah itu tidak ada yang murni jenuh 100%. Pasti ada suatu bagian,
walaupun kecil sekali yang berisi udara, bukan air.
Mmm, tiba-tiba aku
berpikir. Apa manusia seperti itu juga ya?
Apa sebenarnya tingkat kejenuhan kita juga tidak pernah
mencapai 100% tok ya? Mungkin 99,99% (hahaha), tapi kita sudah menganggapnya
jenuh 100%.
“males ngomong sama dia lagi, jenuh aku”. “aku jenuh dengan
hidup yang segini-gini aja, ga ada yang menarik!”
“Jenuh saya dengan hidup ini…”
Semua orang pernah jenuh..
Lalu, apa yang berbeda dari orang-orang tersebut?
Yang beda adalah cara mereka mengatasi rasa jenuh tersebut.
Ada yang diam, malas melakukan sesuatu, tidak mau berbicara kepada orang yang dia jenuh,
mengeraskan hati.. Tapi, ada juga yang malah dengan jenuh seperti itu malah
semakin bangun dan membuka mata untuk mengatasi rasa jenuhnya tersebut, dan
tidak dikalahkan oleh rasa jenuhnya tersebut.
Nah, kalau kita sudah jenuh, dan malas melakukan sesuatu.
Tidak peduli lagi terhadap sesuatu.. Siapa yang rugi??
Kita sendiri!
Kita yang seharusnya sudah mengalami kemajuan, tapi karena
malas yang diakibatkan rasa jenuh, menjadi tidak mengerjakan sesuatu sama
sekali. Tidak ada hasil sama sekali.
Masa kita dikalahkan oleh rasa kejenuhan kita tersebut?
Lalu, apakah fungsi jenuh tersebut?
Jadi ingat praktikum kompaksi (pemadatan tanah), dalam
mekanika tanah. Kompaksi tersebut dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tanah,
sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah,daya dukung pondasi dari bangunan
yang akan dibangun di atasnya.
Apa fungsi jenuh pada manusia hampir sama ya dgn analogi
kompaksi?
Kita dibuat merasakan suatu “jenuh” supaya kita dapat
menjadi semakin kuat?
Saya juga jadi teringat, saat foto angkatan sipil 2009.
Photografernya meminta kami untuk lebih merapat supaya semua terfoto.
Saat itu ada guyonan kocak dari teman saya, “ayo, mukanya dikompaksi!” (lebih
merapat)
Apa jenuh juga dimaksudkan agar kita lebih dekat dengan
sesama?
Ya, mari kita
tanya diri kita masing-masing,
Entahlah, hanya kita masing2 yang dapat menjawabnya..
No comments:
Post a Comment